PELUANG BREEDING SAPI POTONG
by indrihr • 14/08/2013 • PETERNAKAN • 2 Comments
Di Indonesia, daging sapi merupakan komoditas politik. Bulan lalu, Menteri Pertanian Suswono, mengumumkan, bahwa kuota impor daging sapi tahun 2013, akan turun 5 % dibanding realisasi impor tahun 2012.
Ini sejalan dengan tuntutan Oesman Sapta, Ketua Himpunan Kerukunan Tani (HKTI) tandingan, bulan lalu. Dalam rangka Hari Tani ke 52, Oesman meminta pemerintah menurunkan kuota impor daging dan sapi potong. Padahal, kalangan industri pengolahan daging, dan para peternak sapi potong, justru menghendaki penambahan impor. Para pelaku industri pengolahan daging, takut pengurangan impor akan berdampak ke kenaikan harga daging yang tak terkendali. Sementara para peternak khawatir, pembatasan impor daging akan berdampak ke pemotongan sapi betina produktif, yang justru berpengaruh ke produksi sapi bakalan di Indonesia. Defisit daging sapi di Indonesia, sama dengan defisit kedelai; selalu terjadi tiap tahun, dan pemerintah tak berdaya mengatasinya.
Tahun 2012 ini, kebutuhan daging sapi nasional mencapai 484.000 ton. Karena masih defisit, pemerintah melalui Kementerian Pertanian, tahun 2012 ini telah mendatangkan 85.000 ton daging dari luar negeri, terdiri dari 35.000 ton daging impor, dan 283.000 ekor eks sapi bakalan. Selain itu Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, juga telah melakukan inseminasi buatan (kawin suntik), secara serentak di Kabupaten Gunung Kidul, DIY; serta di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, sejak
tahun 2010 yang lalu. Ditjen Peternakan juga melakukan penyelamatan induk betina produktif di 20 sentra peternakan di Indonesia; agar tidak ikut dipotong. Namun itu semua belum menyentuh hal yang paling esensial, yakni defisit antara pertumbuhan ternak sapi, dan pertumbuhan tingkat konsumsi daging sapi.
# # #
Apfindo (Asosiasi Produsen Daging Dan Feedlot Indonesia), mencatat jumlah sapi betina nasional 10,6 juta ekor, dengan sapi betina produktif 6,6 juta ekor. Andaikan program inseminasi buatan oleh Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, bisa dilakukan secara nasional dari 6,6 juta ekor itu, 80% akan memberi tambahan populasi sekitar 5,28 juta ekor, dengan 60% (3,1 juta) ekor sapi jantan. Logikanya, menurut Apfindo, tambahan anak sapi ini bisa menggantikan sekitar 2 juta ekor sapi yang dipotong setiap tahun. Namun program inseminasi buatan, dan penyelamatan induk betina produktif yang dijual oleh peternak untuk dipotong, tidak mungkin dilakukan secara nasional, karena berbagai kendala. Maka, yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian selama ini, hanya terkesan sebagai “tambal sulam”.
Idealnya, Indonesia memang mengimpor induk sapi bakalan, untuk menutup defisit daging. Volume impor daging (karkas) tahun 2012 ini, sebesar 35.000 ton, selain itu juga diimpor 283.000 ekor sapi. Dengan konversi ideal 50% karkas dari bobot hidup; dan rata-rata bobot sapi jantan siap potong seberat 400 kg, maka 35.000 ton daging (karkas) impor itu setara dengan 175.000 ekor sapi potong. Hingga sebenarnya Indonesia defisit 175.000 ditambah 283.000 ekor = 458.000 ekor. Dengan asumsi tiga tahun sekali sapi beranak, idealnya Indonesia mengimpor bakalan induk betina sebanyak 1,3 juta ekor. Angka ini belum memperhitungkan peningkatan volume konsumsi daging setiap tahun, dan pengurangan induk sapi betina akibat usia tua. Apabila Indonesia benar-benar ingin swasembada daging pada tahun 2014 nanti, maka diperlukan tambahan induk betina produktif sebanyak 2 juta ekor.
Hal ini pun sebenarnya sudah diketahui oleh Kementerian Pertanian. Awal tahun 2000an, Ditjen Peternakan pernah berniat mendatangkan induk betina, dan menawarkan paket kredit bagi para breeder. Namun para pengusaha feedlot Indonesia tidak ada yang tertarik untuk menangani breeding farm. Para pengusaha pun enggan terjun ke bisnis breeding sapi. Maka upaya pemenuhan kebutuhan sapi potong pada awal tahun 2000an itu tak terlaksana. Bulan September lalu, impor sapi bibit oleh PT Great Giant Livestock, Lampung, dianggap illegal, hingga beberapa pihak meminta untuk direekspor. Peluang impor induk bakalan (sapi bibit), memang sering dijadikan kamuflase untuk mengimpor bakalan sapi pedaging untuk digemukkan.
# # #
Secara teknis, breeding farm intensif (misalnya di Tapos), atau semi intensif di Indonesia, khususnya di Jawa, memang lebih mahal dibanding di Australia yang hampir semuanya ekstensif. Akan tetapi, peluang untuk mengupayakan breeding farm sebagai sebuah bisnis yang menguntungkan sebenarnya tetap ada, terutama apabila dilakukan di luar Jawa. Namun demikian, tetap ada kendala politis yang akan menghambat. Ir. Syukur Iwantoro, M.S, M.B.A, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan saat ini, memang dikenal sebagai pribadi yang lurus. Namun Kementerian Pertanian tetap masih sarat oleh kepentingan fundrising bagi kas partai politik. Salah satu sumber yang masih bisa diotak-atik adalah impor daging, dan sapi bakalan. Maka, upaya serius Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, bisa menghadapi kepentingan yang lebih besar di tingkat kementerian.
Maka selama ini isu bisnis peternakan, impor daging, dan sapi bakalan; sebenarnya hanya merupakan “puncak gunung es” dari tarik ulur berbagai kepentingan politik. Pertama kepentingan oknum partai di kementerian, kepentingan oknum HKTI tandingan yang mengatasnamakan peternak, dan kepentingan bisnis pengusaha. Dari berbagai kepentingan tersebut, kepentingan Apfindo, barangkali yang paling rasional. Andaikan pemerintah benar mengurangi impor daging dan sapi bakalan sebesar 5% pada tahun 2013, bisa jadi niat swasembada daging sapi tahun 2014, sulit untuk tercapai. Sebab pasar adalah raksasa yang rakus. Apabila sapi jantan tak ada, sapi betina produktif pun akan dipotong. Peternak sebagai pihak yang lemah, juga setiap saat akan menjual induk betina produktif mereka, untuk menutup kebutuhan hidup. # # #
2 Responses to PELUANG BREEDING SAPI POTONG