• PELUANG PENGEMBANGAN KENTANG

    by  • 06/05/2015 • Buah, Sayur, Tanaman Hias, PERTANIAN • 0 Comments

    Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), impor kentang Indonesia tahun 2012 sebesar 77.791,8 ton, dengan nilai 28,6 juta dollar AS (Rp 272,3 milyar). Sejak Januari 2013 ada pembatasan impor 13 produk hortikultura, termasuk kentang.

    Maka selama 2013 impor kentang Indonesia hanya tercatat pada bulan Februari sebesar 13,3 ton dengan nilai 54.302 dollar AS (Rp 515,8 juta). Tahun 1990an, Indonesia hanya mengimpor kentang french fries untuk restoran cepat saji. Pada tahun 1990an itu pula kentang varietas Atlantik sebagai bahan french fries bisa dibudidayakan di Indonesia. Tahun 2.000an, mulailah kentang sayur varietas Granola, juga diimpor secara besar-besaran dari RRC. Kentang RRC pasti lebih murah dari kentang Indonesia, sebab para petani negeri berproduksi secara massal.

    kentang-a

    Food and Agriculture Organization (FAO), mencatat produksi kentang RRC tahun 2012 sebesar 85,8 juta ton. Itu berarti 23,5% dari total produksi kentang dunia sebesar 364,8 juta ton. Sementara produksi kentang Indonesia pada tahun yang sama hanya 1,09 juta ton. Dengan produksi massal seperti itu, harga kentang RRC pasti jauh lebih murah dari kentang mana pun, terlebih dari kentang Indonesia. Maka ketika kentang RRC masuk, harga kentang lokal di tingkat petani akan jatuh. Selama 2012 harga kentang di tingkat petani rata-rata di bawah Rp 5.000 per kg. Setelah ada pembatasan impor, harga kentang tahun 2013 bisa mencapai 7.500 per kg.

    Kentang merupakan tanaman introduksi dari pegunungan Andes di Amerika Latin. Komoditas ini sudah dibudidayakan oleh masyarakat Indian Aztec sejak ribuan tahun SM. Setelah kedatangan Bangsa Eropa, kentang (juga jagung, dan singkong), menyebar ke seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Sebagai tumbuhan beriklim dingin, kentang hanya cocok dibudidayakan di kawasan pegunungan berketinggian paling sedikit 1.000 m. dpl. Semakin tinggi semakin baik. Namun tidak semua dataran tinggi bisa ditanami kentang. Komoditas ini menghendaki tanah vulkanis yang subur dan gembur.

    # # #

    Sentra kentang di Indonesia, selalu berada di sekitar gunung berapi. Mulai dari dataran tinggi Karo di Sumetara Utara, Bukittinggi di Sumatera Barat, Pagar Alam di Sumatera Selatan, Curub di Bengkulu, Pangalengan di Bandung, Dieng di Jawa Tengah, Tengger di Jawa Timur, sampai ke Tomohon di Sulawesi Utara. Itu semua merupakan kawasan bergunung api: Sibayak-Sinabung, Singgalang-Merapi; Dempo; Papandayan; Kaldera Dieng; Bromo; dan Lokon-Soputan. Kawasan Puncak di Kabupaten Bogor, Jawa Barat; sebenarnya juga berketinggian di atas 1.000 m. dpl. dan bertanah vulkanis (gunung Gede-Pangrango).

    kentang-1a

    Ketinggian “Puncak Pass” tercatat 1.350 m. dpl. Maka pernah ada seorang selebritis mencoba bertanam kentang persis di lahan di bawah “Puncak Pass” dengan ketinggian sekitar 1.300 m. dpl, dan gagal. Kentang menghendaki kelembapan udara yang tak terlalu tinggi. Kawasan Puncak selalu menerima angin dari arah Laut Jawa, hingga pada musim kemarau pun kelembapan udaranya sangat tinggi. Selain tak mau kelembapan udara tinggi, kentang juga rawan embun es (frost). Para petani kentang di Dieng dan Tengger, selalu membuat petakan lahan mereka tetap miring, dan tak pernah mau membuat terassering.

    Emil Salim, ketika menjabat Menteri Lingkungan Hidup pernah melontarkan kritik terhadap pola penanaman kentang di Tengger ini. Menjawab kritik Emil Salim, petani mengemukakan bahwa kentang tidak mungkin ditanam dalam terassering, sebab frost akan menghancurkan tanaman mereka. Ketika udara dingin yang lembap turun pada musim kemarau, akan berhenti di permukaan lahan yang datar. Terassering membentuk lahan pertanian datar, hingga udara dingin akan berhenti di lahan itu dan terjadilah frost. Dengan tetap membiarkan lahan pertanian miring, frost akan terus meluncur turun dan berubah menjadi kabut.

    Sampai dengan tahun 2012, lahan pertanian kentang terluas di Indonesia, seluas 16.000 hektar, berada di Jawa Tengah; terutama di sekitar dataran tinggi Dieng. Nomor dua Jawa Barat di sekitar Pangalengan, seluas 13.600 hektar. Ketiga Jawa Timur di sekitar Tengger seluas 10.300 hektar. Keempat Sumatera Utara 7.400 hektar, dan kelima Jambi 4.500 hektar. Itulah lima besar sentra kentang Indonesia. Jambi merupakan fenomena tersendiri, sebab berhasil menjadikan Kecamatan Jangkat, Kabupaten Merangin; sebagai sentra kentang nomor lima Indonesia sejak pertengahan tahun 1990an.

    # # #

    Meskipun Jawa Tengah merupakan sentra kentang dengan areal terluas, tetapi produsen kentang terbesar justru Jawa Barat. Hasil kentang Jawa Tengah 2012 sebesar 252,6 ribu ton, sedangkan Jawa Barat 261,9 ribu ton. Produktivitas kentang di Pangalengan, Jawa Barat bisa lebih tinggi karena beberapa alasan. Pertama, lahan di Pangalengan umumnya datar. Kedua, Pangalengan juga merupakan sentra peternakan sapi perah, hingga pupuk kandang tersedia melimpah. Namun harga kentang Dieng, selalu lebih tinggi dibanding kentang Pangalengan, karena kualitasnya lebih baik. Elevasi dataran tinggi Dieng antara 1.500 – 2.200 m. dpl, sementara Pangalengan antara 1.200

    – 1.500 m. dpl.

    Sebagai negeri kepulauan yang bergunung api, Indonesia berpotensi menjadi penghasil kentang utama dunia. Dengan hasil hanya 1 juta ton, Indonesia belum tercatat di antara 20 negeri penghasil kentang dunia. Ranking 20 (terendah) penghasil kentang dunia versi FAO, adalah Malawi, sebuah negara kecil di Afrika. Negeri seluas 118.484 km2, dengan populasi 16,4 juta jiwa ini, tahun 2012 menghasilkan kentang sebanyak 3,2 juta ton. NTB dan NTT sebenarnya potensial sebagai penghasil kentang untuk french fries, karena faktor agroklimat. NTT dan NTB merupakan kawasan paling kering di Indonesia, yang juga bergunung api.

    Sama dengan bawang merah, kentang merupakan bisnis padat modal. Alokasi modal terbesar akan digunakan untuk biaya benih dan sewa lahan. Dengan harga Rp 12.000 per kg, kebutuhan benih per hektar 1,5 ton, maka nilai benih per hektar mencapai Rp 18 juta per hektar. Biaya pupuk 15 juta, pestisida 12 juta, tenaga kerja Rp 10 juta, sewa lahan dan biaya lain Rp 5 juta. Total biaya produksi kentang sekitar Rp 60 juta. Kalau tak ada serangan fusarium, pseudomonas, dan frost, panen 19 ton dengan harga Rp 7.000 akan menghasilkan Rp 133 juta. Berarti ada marjin Rp 73 juta, atau 121,6%. # # #

    Artikel pernah dimuat di Mingguan Kontan

     

    About

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *