KALIANDRA MERAH PENAKLUK ALANG-ALANG
by indrihr • 29/03/2023 • Perkebunan, PERTANIAN • 0 Comments
Masyarakat NTT biasa menaklukkan padang alang-alang (Imperata cylindrica) menggunakan kaliandra merah. Setelah alang-alang hilang, berganti kaliandra; mereka membuka lahan itu untuk ditanami jagung dan padi ladang.
Sebagai tumbuhan perintis, alang-alang terkenal paling sulit ditaklukkan. Sejak kemunculan pertamanya tahun 1927, alang-alanglah yang pertama tumbuh di pulau Anak Krakatau. Baru kemudian cemara laut. Setelah cemara laut, tumbuh ketapang, nyamplung, keben dan tumbuhan pantai lainnya. Ketika tumbuhan lain sudah lebat, alang-alang justru mati. Padahal ditundukkan dengan pencabutan, pencangkulan, pembakaran, bahkan menggunakan herbisida pun alang-alang tetap bandel. Saat turun hujan alang-alang akan tumbuh lagi dengan sangat subur, lalu kembali menutup lahan.
Alang-alang juga dikenal memproduksi zat alelopati, yang membuat tumbuhan lain sulit untuk tumbuh di dekatnya. Karenanya padang alang-alang selalu tampak homogen, tak ada gulma lain yang bisa hidup berdampingan dengannya. Hanya tumbuhan perintislah yang kebal terhadap zat alelopati alang-alang, hingga bisa tumbuh berdekatan dengannya. Selain cemara laut, kaliandra merah merupakan salah satu tumbuhan yang mampu mengatasi zat alelopati alang-alang. Potensi kaliandra merah menaklukkan alang-alang inilah yang digunakan masyarakat NTT dalam membuka lahan pertanian.
Pada musim kemarau, mereka membakar lahan yang dipenuhi alang-alang. Di lahan itu mereka membuat lubang tanam dengan tugal, lalu memasukkan biji kaliandra merah. Kadang mereka juga hanya menebarkan biji kaliandra ke lahan yang telah dibakar itu. Saat musim hujan tiba, biji kaliandra akan tumbuh, di antara alang-alang yang sudah tumbuh terlebih dahulu, sesaat setelah lahan dibakar. Dalam waktu singkat, kaliandra akan tumbuh menaungi lahan alang-alang itu. Alang-alang memang “rakus” akan sinar matahari untuk proses fotosintesis. Ketika sinar matahari tak cukup, mereka akan merana lalu mati.
Dalam waktu satu sampai dua tahun, padang alang-alang itu akan tertutup oleh kaliandra merah. Pada musim kemarau berikutnya, para petani NTT menebas kaliandra merah itu, mengambil kayunya yang cukup besar lalu membakar atau tetap membiarkan serasahnya menjadi kompos. Saat musim hujan tiba, mereka membuat lubang tanam dengan tugal, lalu menanam jagung dan padi ladang. Jagung sudah bisa dipanen pada umur 3,5 bulan. Sedangkan padi ladang baru bisa dipanen 5 sampai 6 bulan setelah tanam. Kaliandra merah hanya bisa digunakan untuk membasmi alang-alang di dataran tinggi.
Tumbuhan Asli Amerika
Kaliandra merah tumbuhan asli Meksiko, Belize, Kosta Rika, El Salvador, Guatemala, Honduras, Nikaragua dan Panamá. Diintroduksi ke Kepulauan Nusantara sejak zaman Belanda bersamaan dengan lamtoro, petai china, kemlandingan, Leucaena leucocephala; dan gamal, Gliricidia sepium; yang juga berasal dari Amerika Tengah/Selatan. Lamtoro dan gamal, biasa digunakan untuk menaklukkan alang-alang di dataran rendah. Nama gamal merupakan akronim dari “ganyang mati alang-alang”; karena kemampuannya menaklukkan alang-alang dan menyuburkan lahan di dataran rendah.
Selain berpotensi menanggulangi gulma, terutama alang-alang, tumbuhan suku polong-polongan, Fabaceae (dulu Leguminosae); juga mampu menyuburkan lahan. Daun tuanya yang rontok akan menjadi humus yang mampu meningkatkan tumbuhnya mikroorganisme dan memperbaiki struktur (kegemburan) tanah. Tumbuhan suku Fabaceae juga bisa menangkap Nitrogen dari udara, lalu dengan bantuan mikroorganisme, terutama Mikoriza, menyimpannya dalam bintil akar di dalam tanah. Lahan tandus yang ditanami tumbuhan suku Fabaceae, bisa berubah menjadi lebih subur, karena naiknya kandungan unsur N dalam tanah.
Selain menyuburkan lahan, kaliandra merah, lamtoro dan gamal juga menghasilkan kayu sebagai sumber energi terbarukan. Meskipun distribusi gas LPJ sudah merata sampai ke pelosok pedesaan, tetapi semakin jauh dari tempat pengisian, harganya akan semakin melambung akibat biaya transportasi. Bagi masyarakat pedesaan, kayu bakar masih menjadi prioritas utama sebagai substitusi gas; atau menjadi pilihan utama dan gas menjadi alternatif kedua. Kayu kaliandra tergolong mudah dikeringkan dan berkalori sedang. Kaliandra merah sebagai pembasmi alang-alang, sekaligus juga menjadi sumber energi yang murah bagi masyarakat NTT.
Dulu kaliandra merah bernama botani Calliandra calothyrsus. Nama ini diberikan oleh Carl Daniel Friedrich Meissner (1800 –1874) ahli botani Swiss, pada tahun 1848. Tahun 1998, Rupert Charles Barneby (1911 –2000) ahli botani Inggris, meragukan hasil penelitian Meissner, lalu meneliti kembali dan mengubah nama Calliandra calothyrsus menjadi Calliandra houstoniana var. calothyrsus. Nama inilah yang resmi diakui dan digunakan para ahli botani di seluruh dunia sampai sekarang. Meskipun berhabitat asli Amerika Tengah, saat ini kaliandra merah sudah menyebar ke seluruh dunia, termasuk di Indonesia.
Selain kaliandra merah, masyarakat juga mengenal kaliandra putih, Calliandra portoricensis. Nama ini sejak 1986 juga telah diubah oleh Héctor Manuel Hernández menjadi Zapoteca portoricensis. Hernández mengeluarkan kaliandra putih bersama 20 spesies lain dari genus Calliandra, karena jumlah kromosom, polen dan bentuk biji yang berbeda. Oleh Hernández, 21 spesies ini dibuatkan genus tersendiri dengan nama Zapoteca, untuk menghormati suku Indian Zapotex di Meksiko. Semua spesies dalam genus Zapoteca ini memang asli Meksiko. Sebagai penakluk alang-alang, kaliandra merah lebih populer dibanding kaliandra putih, karena pertumbuhannya yang lebih cepat. # # #
Artikel pernah dimuat di Tabloid Kontan
Foto F. Rahardi