TANAM MANGGIS CUKUP DARI BIJI
by indrihr • 22/09/2025 • Uncategory • 0 Comments
Manggis, mangosteen, Garcinia mangostana, cukup ditanam dari biji. Tidak diperlukan benih sambungan, baik okulasi maupun sambung pucuk. Sebab manggis merupakan buah apomiksis, dengan biji vegetatif dari jaringan maternal induk betina.
Jadi meskipun ditanam dari biji, semua manggis akan menghasilkan buah sama dengan induknya. Varian bentuk buah, ukuran dan rasa daging buah, bukan disebabkan oleh faktor genetik, melainkan oleh ketersediaan nutrisi dan faktor agroklimat. Terutama tempat tumbuh. Manggis menghendaki agroklimat basah dengan elevasi lahan antara 400 sampai dengan 600 meter dpl. Di situlah manggis akan berbuah optimum. Di dataran rendah dan di dataran tinggi manggis masih tetap bisa tumbuh tetapi tidak dapat berbuah dengan optimum. Demikian pula di kawasan kering seperti NTT manggis juga tidak bisa tumbuh baik.
Dalam bunga manggis juga terdapat benang sari (bunga jantan), tetapi bunga jantan manggis bersifat rudimenter (tumbuh tak sempurna) hingga kemudian akan mengering. Sedangkan bunga betina manggis berupa jaringan maternal induk betina yang akan tumbuh langsung menjadi buah dan menghasilkan biji. Jadi biji manggis sebenarnya bukan biji generatif hasil polinasi bunga jantan (polen, tepung sari) ke bunga betina (kepala putik); melainkan merupakan biji vegetatif. Jadi semua manggis di seluruh Indonesia bahkan dunia secara genetik akan sama. Varian buah disebabkan oleh faktor non genetik.
Faktor non genetik itu terdiri dari sinar matahari, air, nutrisi, suhu dan kelembapan udara.
Manggis yang ditanam di dataran rendah dan dataran tinggi cenderung berbuah lebih kecil dibanding yang ditanam di dataran menengah. Manggis juga lebih ideal dipupuk lewat daun dengan cara disemprotkan sebab akarnya tidak bisa merespon pupuk buatan. Pupuk kandang diberikan secukupnya. Pernah ada teman yang menanam manggis dan lengkeng di Manggarai, NTT. Manggisnya langsung mati, lengkengnya hidup dan berbuah. Bagi manggis agroklimat Manggarai terlalu dingin dan kering.
Dekade 1990an ada proyek penanaman manggis menggunakan benih sambungan di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo, DIY. Umur lima tahun tanaman itu masih setinggi dua meter dan tumbuh menyamping. Sementara manggis yang tumbuh dari biji secara alami, pada umur lima tahun sudah setinggi empat meter dan sudah mulai berbuah. Meskipun manggis bibit sambungan itu pada umur dua tahun sudah mulai berbuah. Hingga dalam lima tahun pertama produktivitas pohon dari biji kalah dibanding sambungan. Tetapi sejak umur 6 tahun produktivitas pohon dari biji lebih unggul.
Di Thailand
Dulu, para petani di Thailand juga mencoba membudidayakan manggis dengan bibit sambungan. Hasilnya manggis itu tumbuh menyamping dan kerdil. Sejak itu mereka selalu menggunakan benih dari biji secara langsung menanamnya di lapangan. Dalam satu lubang ditanam tiga biji. Setelah tumbuh diseleksi, hanya tanaman terbaik yang dipelihara, yang kurang baik dicabut dan dibuang. Mereka langsung menanam biji di lapangan, sebab akar manggis sangat rentan stagnasi saat dipindahkan dari polybag ke lapangan. Hingga pertumbuhan benih polybag atau cabutan kalah dibanding benih biji yang langsung ditanam di lapangan.

Kelemahan akar manggis memang sangat rentan gangguan. Bahkan hanya dipindahkan dari polybag ke lubang tanam pun akan terjadi stagnasi, pertumbuhan tanaman melambat karena sebagian akarnya rusak. Terlebih lagi menggunakan benih cabutan. Bahkan dalam menanam tiga biji dalam satu lubang pun masing-masing biji ditanam agak berjauhan. Sebab apabila tiga biji itu berdempetan, pada saat pembuangan dua dari tiga tanaman dengan mencabutnya, akan mengganggu akar tanaman yang disisakan. Sedemikian rentannya perakaran manggis hingga areal kebun manggis tak perlu disiangi apalagi dicangkuli untuk budidaya tanaman lain.
Sejak dekade 1990, euforia budidaya manggis meningkat cukup pesat di Thailand, Malaysia dan juga Australia. Hanya Indonesia yang responnya lamban karena masih bisa mengandalkan manggis yang tumbuh secara alami di kebun-kebun tradisional. Euforia budidaya manggis itu disebabkan adanya permintaan buah manggis dalam volume yang terus meningkat dari Uni Eropa, China, AS dan Kanada. Bagi masyarakat di negeri empat musim, manggis dianggap sebagai buah eksotis. Di restoran berbintang, manggis merupakan dessert makan malam paling eksotis dan sekaligus paling mahal.
Kebun manggis monokultur di Thailand, memungkinkan untuk menyeleksi buah sejak masih pentil langsung di pohonnya. Buah yang cacat atau kecil langsung dibuang. Demikian pula yang mengeluarkan getah (blendok) juga dibuang. Hingga dari hasil panen, persentase buah yang layak ekspor dari Thailand bisa sampai 70%. Sedangkan di Indonesia eksportir membeli manggis dari para pedagang pengumpul atau lapak di pasar induk lalu diseleksi. Dengan cara seperti ini, manggis yang layak ekspor bisa hanya 30%. Manggis hasil sortiran eksportir itulah yang masuk ke pasar tradisional dan warung-warung sayur.
Di Indonesia, euforia budidaya durian lebih kuat dibanding budidaya manggis. Orang Indonesia lebih terpukau dengan harga durian Mon Thong Rp 70.000 sampai Rp 80.000 per kilogram. Sedangkan manggis hanya Rp 20.000 – 35.000 per kilogram. Yang tak dilihat orang Indonesia, biaya tanam dan perawatan durian juga sangat tinggi dengan resiko yang juga lebih besar. Karenanya kalau dihitung margin (laba kotor), budidaya manggis lebih tinggi dibanding durian. Hingga banyak petani Thailand yang beralih dari durian ke manggis. Sampai sekarang, eksportir manggis Indonesia masih buah dari pohon-pohon tua di kebun rakyat. # # #
Artikel pernah dimuat di Tabloid Kontan
Foto F. Rahardi.