• GLUTEN ITU PROTEIN BIASA YANG TAK BERBAHAYA

    by  • 26/06/2023 • Pangan, PERTANIAN • 0 Comments

    Belakangan makin banyak tawaran produk pangan bebas gluten atau pakai Bahasa Inggris gluten free. Bukan hanya produk pangan melainkan juga kursusnya. “Mahir membuat kue gluten free, dibimbing pakar gizi, dijamin sukses”.

    Secara tersirat, promosi produk pangan bebas gluten seakan menunjukkan bahwa gluten itu sesuatu yang sangat berbahaya untuk dikonsumsi manusia. Padahal gluten itu protein biasa berupa glutenin dan gliadin. Gluten juga hanya ada pada gandum (common wheat, Triticum aestivum). Genus Triticum terdiri dari lima spesies. Kemudian barley, Hordeum vulgare. Genus Hordeum terdiri dari 35 spesies. Berikutnya gandum hitam (rye, Secale cereale). Genus Secale terdiri dari sembilan spesies. Selain tiga genus serealia itu, tak ada produk pangan lain yang mengandung gluten. Jadi kalau kue terbuat dari beras atau singkong, jelas tak ada glutennya.

    Gluten memang sangat berbahaya bagi penderita celiac, penyakit dengan gejala autoimun. Tubuh penderita celiac menganggap gluten sebagai zat asing berbahaya, hingga secara otomatis sistem imun akan menyerang gluten yang masuk organ pencernakan. Akibat serangan autoimun tersebut, perut penderita celiac akan kembung, diare, sembelit, sampai ke ruam kulit dan kerusakan jaringan usus. Tetapi, penderita celiac di dunia ini hanya 1% dari total populasi 8 miliar jiwa = 80 juta jiwa. Yang 7,920 miliar jiwa aman-aman saja mengonsumsi gluten. Promosi produk pangan “bebas gluten” memang ditujukan untuk yang 7,920 milyar jiwa itu.

    Di dalam tepung gandum, kandungan gluten hanya 10 – 12%, sedangkan kandungan patinya mencapai 70%. Dan pati itulah yang lebih berbahaya bagi para penderita diabetes dibanding gluten. Penderita diabetes di dunia mencapai 5,275% atau 422 juta jiwa. Tetapi promosi pangan bebas pati (rendah/nol kalori), kalah banyak dibanding pangan bebas gluten. Padahal selain gandum; beras, jagung, singkong, ubi jalar, kentang, talas, keladi, sagu, sukun dll. juga mengandung pati yang membahayakan penderita diabetes. Jarang ada promosi produk pangan non kalori, bebas pati.

    Pati yang 70% dalam gandum juga potensial mengakibatkan kelebihan berat badan. Sebanyak 39% populasi dewasa di seluruh dunia (1,216 miliar) menderita kelebihan berat badan. Kemudian 13% dari populasi dewasa di dunia (135,2 juta) menderita obesitas. Tetapi kembali promosi produk pangan bebas kalori (calorie free), tak terlalu kedengaran sekencang promosi produk pangan bebas gluten. Yang ada malah produk minuman tanpa kalori (menggunakan pemanis buatan). Padahal kelebihan berat badan, terlebih lagi obesitas, akan memicu datangnya berbagai penyakit yang tak kalah berbahaya dibanding celiac.

    Pentingnya Gluten

    Bagi pedagang martabak telur, gluten itu sangat penting. Tanpa gluten, adonan tepung gandum itu tak bisa dilebarkan dan menjadi sangat tipis, untuk ditaruh di wajan datar dengan minyak panas. Gluten yang hanya 10 – 12% itulah yang membuat tepung gandum menjadi elastis hingga bisa dibanting-banting sampai menjadi lebih lebar dari piring. Pembuat mi tradisional juga tak mungkin menarik adonan tepung gandum, melipatnya, menariknya lagi hingga adonan satu kepalan tangan itu bisa menjadi pipih sekecil lidi tetapi panjang sekali. Tanpa gluten, pembuat roti dengan ragi (yeast) maupun baking soda, juga tak mungkin mengembangkan adonan.

    Di Indonesia ada beberapa merk tepung gandum (terigu) dengan kandungan gluten bervariasi. Bogasari pelaku bisnis terigu paling besar, punya tiga merk: Kunci Biru bergluten rendah, Segitiga Biru bergluten sedang dan Cakra Kembar bergluten tinggi. Selain tiga merk itu, Bogasari juga punya Lencana Merah, Golden Eagle dan Tali Emas yang bergluten tinggi tetapi dalam kemasan 25 kilogram. Meski banyak pilihan, para jago masak, kadang lebih suka Nippon Komachi meski berharga paling tinggi. Cakra Kembar kemasan 1 kilogram, Rp 12.000; sedangkan Nippon Komachi kemasan sama Rp 22.500 (repack) dan Rp 30.000 (kemasan asli). Komachi bisa dilebarkan dan ditarik sampai setipis kertas dan transparan.

    Mie produk pabrik dibuat dengan cetakan, bukan dengan menarik adonan hingga menjadi panjang. Karenanya gluten menjadi tak terlalu penting. Ketika nilai tukar dolar AS terhadap rupiah meninggi, otomatis harga gandum yang 100% impor akan naik. Perusahaan mi instan tak berani menaikkan harga produk. Yang mereka lakukan menyubal terigu dengan beras atau singkong (Mocaf, Modified Cassava Flour). Untuk membuatnya kenyal, adonan terigu dan beras/singkong itu diberi stearin, fraksi padat dari minyak sawit (CPO, Crude Palm Oil). Yang penting konsumen mi instan yang berpenghasilan rendah masih mampu membeli.

    Bakpao dan dimsum asli bukan terbuat dari tepung gandum (wheat flour) melainkan pati gandum (wheat starch). Kadang konsumen menyebut pati gandum sebagai tepung Tang Mien. Yang cukup terkenal pati gandum merk Lampion Naga. Harga Lampion Naga kemasan 500 gram Rp 24.300 (1 kg Rp 48.600). Yang agak murah pati gandum Polar Bear Brand kemasan 25 kg Rp 635.000 (per kg Rp 25.400). Pati gandum justru tak bergluten. Sebab dalam proses pembuatan, glutennya dibuang. Tapi tak pernah bakpao dan dimsum dipromosikan sebagai pangan bebas gluten.

    Promosi produk pangan bebas gluten, berlanjut ke promosi kursus/pelatihan membuat kue dan roti bebas gluten. Dalam promosi itu tak pernah dijelaskan apa, bagaimana dan mengapa gluten. Gluten dibuat menjadi sesuatu yang misterius dan sangat berbahaya, hingga orang ketakutan lalu membeli produk pangan bebas gluten atau ikut kursus. Ciri khas manusia di era digital memang malas mencari tahu lebih jauh apakah sebuah informasi benar atau hoax. Terlebih lagi mencari tahu apakah sebenarnya gluten? Seberapa bahayakah hingga publik disuruh mengonsumsi pangan bebas gluten? # # #

    Artikel pernah dimuat di Tabloid Kontan
    Foto F. Rahardi

    About

    Leave a Reply

    Your email address will not be published. Required fields are marked *